Baris Terakhir [puisi]

 

penyair alwy

Dalam Gambar: Ahmad Syubbanuddin Alwy (alm)

 

BARIS TERAKHIR 

(Obituari untuk Penyair Alwy)

puisi ahmad gaus

 

Sunyi membentang di sepanjang jalanmu

duka nestapa bagai delima yang tumbuh tak kenal waktu

ada yang kau tatap dengan sorot mata sayu:

senjakala di seberang jendela

seakan dunia tengah menutup tabirnya

dan malam membawa selimut untuk menghangatkan puisi-puisimu.

 

Secangkir kopi belum cukup untuk mengiringi ceritamu tentang Cirebon

sampai dini hari, saat ayam berkokok mengabarkan pagi yang cerah

kantuk belum juga tiba

tapi memang, untuk apa kita tidur kalau dalam mimpi pun

harus melewati jalan-jalan yang berdarah

memandangi pohon-pohon yang terluka.

 

Pematang sawah telah kau pindahkah ke tubuhmu

ilalang dibiarkan tumbuh di kepalamu, dan pantai-pantai yang koyak

menjadi lidahmu yang gemetar setiap kali menyebut kenangan

tentang masa kanak-kanak yang indah: pesisir bendungan

dengan tanah segar, laut ganggang, mendung yang bagai salju

— semuanya telah berakhir, dan para pemimpin telah memaksa

jalan pikiranmu menjadi serdadu…

engkau berteriak, menggertak, menggebrak

tapi dunia tetap saja sunyi

seperti bentangan jurang di antara larik-larik sajakmu.

 

Hidup memang tidak pernah memberimu waktu untuk beristirahat

setiap kali engkau selesai membangun rumah

saat itu juga rumahmu ambruk

akhirnya engkau membuat rumah dari sajak

tidak memerlukan semen, batu bata, keramik, dan genteng

semua sudah terlalu mahal kini

cukup kata-kata, ia bisa menjadi rumah abadi

yang penting terus disusun dengan sabar dan tekun

walhasil, sampai juga engkau

pada baris terakhir yang begitu syahdu: kematian

 

Ciputat, 17/12/15

 

——————

 

***

Penyair Ahmad Syubbanuddin Alwy, meninggal dunia pada 2 November 2015. Pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 26 Agustus 1962 yang kerap dijuluki “Raja Penyair Cirebon” dan “Sastrawan Santri” ini telah menerbitkan buku puisinya yang berjudul Bentangan Sunyi (1996). Karya-karyanya juga termuat dalam beberapa antologi seperti Puisi Indonesia (1987), Titian antar Bangsa (1988), Negeri Bayang-bayang (1996) dan Cermin Alam (1997). Selamat jalan, Mas Alwy. Semoga damai di sisi-Nya.

7 Comments

  1. Lia Cgs says:

    Waaw.. Puisinya Indah sekali pak. Duka cita yang dibalut keindahan kata. semoga amal ibadah Penyair Ahmad Syubbanuddin Alwy diterima di sisi-Nya. Aamiin

    Like

    1. Ahmad Gaus says:

      Terima kasih, Lia. Saya baca cerpenmu juga bagus, diksi-diksinya kuat sekali. Terus menulis ya. Ya semoga almarhum Kang Alwy diterima di sisi-Nya. Amin

      Like

  2. liacgs says:

    Amin… kalau bapak ada waktu, tolong tengok blog saya http://www.smartstudentlia.blogspot.com disana saya juga sering post puisi, tapi masih belum bagus pak. mohon bimbingannya 🙂

    Like

    1. Ahmad Gaus says:

      Sudah dibaca-baca, puisi-puisimu keren semua kok, gak perlu bimbingan lagi 🙂

      Like

      1. liacgs says:

        Terimakasih pak sudah menyempatkan untuk membaca karya amatir saya, semoga saya bisa mengikuti jejak bapak sebagai penyair hebat 🙂 dan bisa menerbitkan buku. amin

        sekali lagi terimakasi pak

        Like

  3. Imron Rosidin says:

    Saya mengenal Almarhum disepanjang 1997-2005 sebagai sesama penggiat Kota Cirebon.
    Puisi Pak Ahmad Agus menghadirkan kembali Almarhum untuk saya.
    Terima kasih Pak.

    Like

    1. Ahmad Gaus says:

      Ya, sama-sama, mari kita doakan semoga almarhum mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin.

      Like

Leave a Comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s