[Puisi] Seribu Tahun Lagi

floating-leaf

 

SERIBU TAHUN LAGI

Kulayari malam dengan perahu

selembar daun yang jatuh dari mimpimu

laut gelap menunggu!

Kapal-kapal berlintasan di kepalaku

mengangkut udara kota yang beku

dan menaburkannya di sepanjang

aliran darahku.

Dengarlah!

Aku bukan pengelana yang gagah perkasa

menaklukkan badai, menembus rimba belantara

mencari cinta sampai ke ujung dunia

Aku hanya debu

mengikuti angin yang setia mengirim rindu

kepada dermaga dan batu-batu.

Tubuhku ringan tanpa beban

terapung-apung di tengah lautan

esok, tirai fajar akan membuka kelopak matamu

atau harus seribu tahun lagi menunggu!

  —  Bintaro, 22 Januari  2016

4 Comments

  1. liacgs says:

    Waaww… Rajutan kata yang sungguh mengesankan Pak…
    Membuatku terinspirasi menenun sebuah puisi, sesaat sebelum mataku ditelan mimpi malam tadi

    *belum ada judul*

    Padahal fajar telah mekar begitu lama
    Langit masih saja berdusta dengan bahasa cuaca
    Samudera mengirimkan airmatanya
    Ke serambi jantungku yang membatu
    Dalam diam yang paling rahasia

    Kelopak fajar telah sangat basah
    Betapa jelitanya dedaunan yang jatuh patah
    Memasrahkan diri pada sejarah
    Lalu matamu
    Menelan jejak di sepanjang jalan
    Aku kau tanggalkan
    Sendirian
    Pada jejak hujan yang pecah
    Tumpah ruah disepanjang ingatan yang berlubang

    Entah terus, entah putus
    Entah berhenti, entah mati
    Langkahku terpatah di sebuah halaman rumah
    Lalu aku, mengetuk tiap pintu untuk bertamu
    Untuk kedua kalinya, kita terpaut dalam pertemuan yang kebetulan

    Sedang butiran air sibuk menyapu atap
    Duri menusuk waktu dengan butiran yang runcing
    Tiba-tiba senyap
    Kita terlarung dalam tatap
    Bagaimana detik melenyap
    Menjadi abadi?
    Seperti warna kopi
    Aku kehilangan lagi

    Apakah yang mungkin selain aksara dan cinta
    Sedang hatiku masih terpenjara disana
    Di hitam matamu yang tak terjemahkan

    Sebab aku tak boleh berdusta
    Kukatakan pada senja:
    Kubiarkan dia memagar malam untuk matanya
    Jangan biarkan hujan singgah
    Aku selalu mengawasinya
    Lewat angin yang disapa dengan ribuan nama

    Like

    1. Ahmad Gaus says:

      Terima kasih Lia, wah kalau soal puisi kamu gak ada lawannya, bisa nulis secepat itu dan hasilnya bagus.. salut deeehh. Menulis terus ya.

      Like

  2. Lia Cgs says:

    Siap pak… mohon bimbingannya yaa pak 🙂

    Like

    1. Ahmad Gaus says:

      hehe.. sipp dehh..

      Like

Leave a Comment