Denny JA adalah pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan konsultan politik. Ia telah berjasa mengantarkan ratusan orang menjadi kepala daerah (gubernur, walikota/bupati), dan menjadi arsitek kemenangan SBY dan Jokowi sebagai presiden masing-masing dua periode. Ia telah memperoleh banyak penghargaan untuk aktivitasnya di dunia survei opini publik dan konsultan politik. Selamat ulang tahun, brader.
Setiap lelaki hidup dengan mimpi yang jatuh dari sebatang pohon. Mereka mengira itulah cinta paling agung yang disemaikan oleh semesta dan tumbuh di tubuh perempuan — dimana sungai-sungai mengalir deras, bukit-bukit berbaris, dan lahan perkebunan terbentang luas
Dunia adalah mimpi para lelaki dengan perempuan yang hanya terlihat bulu matanya di hutan cemara, dan betisnya yang menyala-nyala di cakrawala. Tapi itulah yang menggerakkan kaki-kaki mereka untuk berkelana membuka daerah-daerah baru pertanian, pertambangan, dan perdagangan.
Politik belum ada waktu itu, sehingga tidak ada ketentuan yang mengatur kapan matahari harus terbit, dan di mana harus terbenam. Satu-satunya simbol kehidupan ialah perempuan itu sendiri, karena tubuh mereka adalah bumi. Itu sebabnya para lelaki senang bertawaf mengelilingi bumi, mencari pintu masuk ke dalamnya melalui rahim perempuan.
Bangsa-bangsa baru didirikan belakangan, setelah kaum perempuan mau membuka rahim mereka dan melahirkan konstitusi. Pasal-pasal perang dan perdamaian ditulis dengan huruf-huruf tebal di mulut rahim. Agar para lelaki tahu di mana mereka harus mati, jika politik tidak mampu memberi cinta dan kebahagiaan.
Harris Hotel, Sentul, Bogor 23 Februari 2019 IG: ahmadgaus68
Sarah Mae sudah pergi dari rumah ini sejak kemarin lusa. Ia hanya berpamitan pada daun pintu yang selalu terbuka — walaupun tidak pernah tahu siapa yang ditunggu; dan pada seekor burung piaran yang tidak berhenti bernyanyi karena selalu kesepian. Tidak ada yang tahu mengapa Sarah pergi, dan ke mana. Jejak kakinya pun hanya mengantar dia sampai halaman.
Tapi memang, rumah yang ditinggali Sarah akhir-akhir ini sudah hampir meleleh karena hawa panas dari tubuh para penghuninya. Setiap hari ada saja suara jeritan dari alat -alat rumah tangga yang dilemparkan ke muka orang. Dan sebenarnya rumah ini pun sudah penuh, tapi para penghuninya masih saja mengajak orang lain untuk masuk.
Sarah tidak bisa tinggal di rumah yang membayangkan dirinya taman surga, tapi setiap hari disirami air kencing. Ia marah ketika ruang perpustakaannya difungsikan sebagai toilet; buku-buku koleksinya dipakai untuk melempar anjing — hanya karena anjing itu mengajari mereka cara hidup bertetangga.
Orang-orang di rumah ini memang lebih sering kesurupan daripada membaca. Lebih suka berteriak-teriak daripada berusaha mencari akalnya yang hilang.
Sarah Mae pergi karena tidak tahan melihat rumahnya terus-menerus dirusak oleh para penghuninya sendiri. Besok atau lusa mungkin orang-orang akan menyusulnya.
[[[[[[ ** ]]]]]]
Saya buatkan versi pendek dari puisi di atas dalam format poster mini supaya mudah dikopi dan disebarluaskan.
Makhluk-makhluk itu muncul begitu saja dari bongkahan batu menjelma burung-burung yang lapar
terbang mengelilingi kota
mencari sisa-sisa makanan dan bangkai
untuk memenuhi kebutuhan
manusia
Di malam hari makhluk-makhluk itu kembali menjadi batu tapi batu-batu yang berekor api berlintasan bagai anak-anak panah yang dilepaskan
Maka banyak peristiwa di malam hari: bintang yang pecah berkeping-keping bidadari-bidadari yang menjerit dilemparkan dari surga kabut hitam yang masuk ke telinga mengubah dirinya menjadi serigala mengaumkan ancaman dan menghilang begitu saja di kegelapan
Bulan mengirimkan sinarnya masuk ke dalam kepala Tapi jangan salah, kepala adalah gudang
tempat penyimpanan senjata tempat penyanderaan musuh-musuh temboknya dipenuhi kawat berduri dan dijaga oleh makhluk-makhluk halus
Makhluk-makhluk itu mengambil batu untuk melempari bulan hingga bulan terluka dan menangis menjeritkan nyanyian-nyanyian gaib seperti lolongan anjing yang tersekap oleh ketakutannya sendiri
Batu-batu itu tertawa melengking memercikkan api dari ekor-ekornya seperti ingin membakar bumi memusnahkan masyarakat manusia
Begitu marahnya batu kepada manusia padahal, berabad-abad lamanya manusia dan batu hidup berdampingan secara damai sampai kemudian konflik tak terhindarkan saat manusia merenggut batu-batu itu dari tempat mereka bersemadi untuk melempari manusia lain sampai mati dan merampas kehormatannya
Batu akhirnya tahu tabiat buruk manusia yang gemar membunuh dan memakan bangkai saudaranya maka batu tidak pernah bermimpi menjadi manusia mereka hanya ingin kembali ke habitatnya berzikir menyucikan diri berdiam diri selamanya dalam meditasi abadi
Selamat malam, Clara maukah kau temani aku sejenak saja menyusuri tepian pantai di sana atau sekadar bercengkrama di dermaga menunggu saat purnama tiba di seberang jembatan Sukarno
Aku ingin mendengar sekali lagi deru nafasmu yang terengah seperti isyarat bahwa ada sesuatu yang tengah berubah
Di lorong-lorong kota seribu gereja menunggu sebuah lilin yang masih menyala lonceng-lonceng makin keras dibunyikan ayat-ayat suci makin keras dibacakan udara kota berhimpitan
Maka kau harus terus menjaga agar api itu tetap menyala sebab kalau sampai padam seluruh kota ini akan gelap gulita lalu kau mau ke mana mange wisa ko, Clara?
Manado, 28 Oktober 2018 Ahmad Gaus penulis, aktivis
Deklarasi Sumpah Pemuda Milenial oleh Jaringan Komunitas Bela Indonesia (KBI), di Jembatan Sukarno, Manado, 28 Oktober 2018
My body is a book — full of scribbles my friends write down all the events there with pencils, river water, gadgets, coffee shops social media, cinemas, and many more I don’t even have a slit to write my life story on my own body but yea, never mind after all, people won’t care except what they want to write on my body once upon a time I just followed a bird’s invitation fly and sing at the top of the tree here is more free, he said from a distance I get goose bumps watching my body get blackened full of scribbles.
My body is a book — full of scribbles my friends write down all the events there with pencils, river water, gadgets, coffee shops social media, cinemas, and many more I don’t even have a slit to write my life story on my own body but yea, never mind after all, people won’t care except what they want to write on my body once upon a time I just followed a bird’s calling to fly and sing at the top of the tree here is more free, he said away from a distance I get goose bump watching my body get filled full of scribbles.
Aku berdiri di halaman gereja Anak-anak bergaun palma Menghias pohon Natal dengan lampu aneka warna Bunga-bunga gladiola, langit merah saga.
Saat lonceng dibunyikan, mereka berlarian Kemudian larut dalam doa yang dilantunkan Damai dalam pelukan kasih Tuhan.
Dari kejauhan aku mendengar suara azan Dibawa angin senja berteluk awan Azan dan kidung Tuhan saling bersahutan Menjalin nada, orkestra kehidupan.
Seorang gadis kecil menghampiriku
“Pakailah ini,” katanya menyodorkan topi santa
Aku terdiam. Lama. Kemudian dengan halus aku menolaknya Ia nampak kecewa. Matanya berkaca-kaca Aku membungkukkan badan dan berbisik ke telinganya
“Sayang, bukannya aku tidak mau, tapi topi itu terlalu kecil buat kepalaku!”
Ia tersenyum mengerti
“Kalau begitu ambillah ini,” ujarnya menyodorkan replika pohon Natal, “Tanamlah di tubuhmu!”
“Maaf sayang, ini pun aku tidak bisa menerimanya.”
“Kenapa?”
“Karena aku tidak punya lahan untuk menanamnya, seluruh tubuhku sudah dipenuhi masjid!”
Ia terdiam. Aku yakin dia tidak mengerti apa yang kukatakan.
Tapi ia bertanya lagi, “Apakah di halaman masjid tidak boleh ditanami pepohonan?”
Aku tersentak. Akhirnya kuraih dia dalam pelukan Kujelaskan bahwa halaman masjid sekarang penuh oleh kendaraan yang parkir. Tidak ada tempat untuk menanam pohon lagi. Dia tertunduk. Sedih.
“Jangan kuatir, sayang, pohon Natal ini akan kutanam di samping masjid, dan akan kurawat, setuju?”
Dia mengangguk.
“Terima kasih, Om, Natal itu untuk anak-anak!” ucapnya tersenyum.
Aku pun tersenyum, walaupun tidak mengerti maksud ucapannya.
Mungkin anda akan tertarik membaca novel terbaru saya: HUJAN DALAM PELUKAN dalam aplikasi NovelMe. Kisah tentang cinta segitiga yang mengoyak-ngoyak perasaan.
Di antara terang dan gelap ada dinding yang tak terlihat. Semacam kaca atau, katakanlah, spektrum yang memisahkan keasingan. Ia berpindah-pindah tempat dari mata ke ruang tahanan, dari hidung ke gudang senjata, dari telinga ke medan pertempuran. Maka pancaindra selalu dihantui mimpi buruk.
Suatu malam, saat kau berada di dalam barisan untuk memerangi manusia, sekumpulan makhluk mengintai dari dinding itu. Mula-mula ada suara gaduh. Kemudian pecahan kaca. Lalu darah berceceran.
Orang-orang dalam barisan itu memunguti pecahan-pecahan kaca yang berserakan dan memakannya. Doa-doa dilantunkan setengah berteriak. Semakin lama semakin banyak orang yang datang. Makhluk-makhluk itu mendekat dan mencekik leher mereka hingga doa-doa yang mereka teriakkan berhamburan menjelma binatang buas. Dalam sekejap saja, ruang di antara terang dan gelap itu berubah menjadi medan perang.
Malam melambaikan tangan dengan cakar-cakarnya yang tajam. Engkau tak sabar menunggu pagi untuk memastikan bahwa yang tergeletak di jalan itu bukan tubuhmu.
22/07/17
N O V E L
“Di dunia ini ada kekuatan hitam, ada kekuatan putih. Kamu pilih yang mana untuk membantu mewujudkan impian-impianmu? Tapi ingat, setiap pilihan akan membawa akibat pada kehidupanmu.”