Banyak orang Sunda marah kepada Arteria Dahlan (AD) karena politisi itu ingin memecat seorang pejabat yang berbicara bahasa Sunda dalam rapat.
Mereka bilang AD songong, tidak menghargai budaya Sunda. Ramai-ramai mereka meminta AD meminta maaf kepada masyarakat Sunda.
Pertanyaan saya, apakah mereka pernah marah dan menuntut ketika Rizieq Shihab mengganti ucapan salam yang sangat dimuliakan oleh orang Sunda, Sampurasun, menjadi CampurRacun?
Ketika KEBAYA Sunda dibuang dan diganti HIJAB syar’i, ketika sanggul dihinakan dan diganti dengan cadar, ketika tari Jaipong yang sangat fenomenal itu diharamkan, apakah mereka marah?
TIDAK. Karena mereka sendiri yang melakukannya. Sebagai orang Sunda saya kira kita lebih baik melakukan introspeksi diri, tidak perlu menyalah-nyalahkan orang lain yang merusak budaya kita, karena orang-orang dalam kita sendiri lebih sadis menghancurkan budaya Sunda kita.
Kita harus menyelamatkan budaya Sunda kita yang luhur dan agung dari kerusakan lebih jauh yang diakibatkan oleh penghambaan kita kepada budaya gurun,
Para nenek sepuh kita sudah ratusan tahun memeluk Islam, tapi mereka tetap menghargai budaya Sunda. Mereka tidak memakai hijab syar’i, apalagi cadar (ajaran dari mana ini) tapi memakai kebaya dan tiung/kerudung busana khas kita. Dan mereka tetap terlihat sopan.
Islam kita dari dulu ialah Islam yang ramah terhadap tradisi. Islam disebarkan melalui media-media seni dan budaya, maka Islam bisa diterima. Sebab kalau Islam dulu datang-datang menguasai dan berpretensi merusak budaya, pasti akan ditolak. Islam Sunda berbeda dengan Islam Arab, masing-masing punya keunikan dan lokalitas sendiri. Kita, orang Sunda, bisa menjadi Islam. Tidak perlu menjadi orang Arab di tanah Sunda. Budaya Sunda itu agung, luhur, mulia, itu warisan para karuhun yang harus kita jaga dan kembangkan.
Berikut surat saya untuk Nining, perempuan Sunda yang pindah ke Bulan karena ingin mengenalkan budaya Sunda ke negeri kahyangan.
Sumber: dari FB saya