Wawancara Bersama Ahmad Gaus seputar Perkembangan Islam Progresif di Indonesia

Quote:

“Islam progresif sebenarnya hampir setara dengan Islam liberal. Agenda yang diperjuangkannya sama belaka. Namun karena kampanye Islam fundamentalis berhasil meraih simpati massa Islam untuk membenci Islam liberal, maka sebagian besar orang Islam tidak mau disebut Islam liberal; mereka lebih suka mengidentifikasi diri sebagai Muslim progresif.

“Kelompok seperti ini banyak sekali, tapi mereka tidak merasa nyaman dengan kata ‘liberal’ yang disandangkan kepada agenda yang mereka kerjakan. Bagi saya, apapun sebutannya tidak masalah. Yang jelas mereka bekerja untuk Islam yang damai, sebagai antitesis terhadap wajah Islam yang keras dan kasar yang diperlihatkan oleh kelompok-kelompok radikal yang selalu berusaha memaksakan keyakinan dan kebenaran kepada orang lain atau kelompok lain, bahkan dengan cara-cara kekerasan seperti menyerang dan menghancurkan rumah-rumah ibadah agama lain.

booklaunch

“Ini sekali lagi menunjukkan bahwa keberhasilan kaum fundamentalis dalam menstigmatisasi “Islam liberal” hanyalah keberhasilan semu dan bersifat superfisial. Nyatanya, kaum Muslim tidak mengubah posisi mereka, melainkan hanya berganti baju, dari yang warnanya mencolok menjadi lebih lembut.

“Islam progresif juga berarti Islam yang berorientasi ke masa depan. Ini penting dikatakan karena memang ada tendensi keislaman yang berorientasi ke masa lalu, menjadikan masa lalu sebagai idealisasi yang ingin diwujudkan di masa kini. Mereka menyerukan kembali ke Islam awal yang murni. Inilah inti dari ideologi kebangkitan Islam itu.

“Islam progresif tidak berbicara tentang kebangkitan Islam. Mereka merumuskan tantangan-tantangan masa kini lalu menyusun jawaban untuk masalah tersebut dengan bantuan akal yang merupakan anugerah Tuhan yang paling besar kepada manusia. Jadi, Islam progresif memiliki orientasi pada persoalan kontekstual dan mencari pemecahannya pada dialektika akal dan wahyu. Ia tidak bisa hanya bersandar pada wahyu yang terkurung dalam teks. Pesan wahyu harus ditarik keluar dari rumah teks dan bernegosiasi dengan konteks.

“Di sinilah peranan akal. Karena setiap persoalan bersifat kontekstual, maka agenda Islam progresif boleh berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain, disesuaikan kebutuhan lokal; sebab Islam progresif juga menghargai solusi lokal untuk persoalan-persoalan yang muncul di dalam masyarakat. Islam progresif justru menolak paradigma tunggal yang mengklaim kebenaran di tangannya sendiri. Masing-masing masyarakat punya mekanisme, tradisi, pandangan dunia, dan cara untuk melihat suatu persoalan dan memecahkannya…”

Selengkapnya baca di sini: http://www.thereadinggroup.sg/Conversations/Wawancara%20Bersama%20Ahmad%20Gaus.pdf

Leave a Comment