
Hidup Terlalu Menarik untuk Dibenci

Aku menulis, maka aku ada
Selamat ulang tahun untuk teman yang sedang sakit, Indah Ariani semoga lekas sembuh; dan semoga berkah di usianya. Terima kasih telah menjadi host yang setia selama 2 tahun lebih di acara Caknurian Urban Sufism With Komaruddin Hidayat
Sahabat puisi, dengarin lagi podcast saya ya, kali ini dibuat oleh teamnya Prof Jajang Jahroni dari UIN Jakarta. Di sini saya juga membaca puisi, selamat mendengarkan 🙂
Ada juga yang bacakan puisi ini di Youtube:
If you like this poem please share, thanks
Need a help: Dear teman2 bloger dan para pembaca, saya perlu 200 subscriber lagi untuk meng-up novel saya menjadi “novel berbayar”. Proses ini gratis. Caranya mudah, buka saja link ini: https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=22983
Lalu klik + RAK. Bonusnya, saat ini Anda masih dapat membaca novel ini tanpa dikunci alias masih gratis. 🙂 🙂 Terima kasih yo. Salam
Read another poem:
Read another poem:
TEMAN ABADI KERINDUAN
Sekali waktu di tengah hujan
kita bertemu di sebuah persimpangan
bercerita tentang kehidupan
kau bilang, sayap-sayapmu hilang
dicuri kupu-kupu
dalam perjalanan menuju tempat terjauh
dalam hidupmu
sedang perahuku patah dayungnya
saat bertolak ke pulau
yang belum pernah kutempuh
dalam hidupku
Angin laut menyatukan kita
kau ikat rambutmu di layar perahuku
dan kusandarkan perahuku
dalam tidurmu
Ombak begitu lama
mercusuar tidak selalu menyala
tapi masih ada isyarat samar-samar
dari kelepak burung camar
Sayang, di darat pun tak ada peta
sebab perjalanan ini memang buta
itulah kenapa kita berpegangan tangan
Menanam flamboyan di tepi-tepi jalan
menunggu bunganya berguguran seperti bulan
dan menyerah begitu indah
pada penderitaan
Kita tahu di sana ada
keluh-kesah dan harapan
teman abadi kerinduan
Baca juga: Jalan Terjal
PENYATUAN
Kekasihku bulan purnama
datang dengan tergesa
mematahkan daun-daun jendela.
Aku tersungkur di beranda
di antara pecahan kaca.
Malam menyembunyikan bayangannya
di batang-batang pohon.
“Tidak perlu merasa bersalah,” ucapku sambil terhuyung
mendekap dada yang terluka.
Cahaya purnama terlalu terang
memancar dari tubuhnya yang telanjang
menyatu dengan darah yang mengucur
dari tubuhku
Kita saling mencintai
maka kita saling melukai
bukankah itu bukti
cinta sejati?!
— Sol Marina, Serpong – Nopember 2015