Adakah yang lebih menakjubkan selain BUNGA FLAMBOYAN?

Di penghujung musim kemarau, ketika langit bergantian mengirimkan panas dan hujan, itulah saat flamboyan memperlihatkan kecantikannya. Di sepanjang jalan kita melihat bunga flamboyan bermekaran…

Bunga Flamboyan yang selalu menyala, sungguh menakjubkan
Flamboyant: the Amazing Flower

LUKISAN FLAMBOYAN
Puisi Ahmad Gaus

Seperti sungai yang mengalir
ribuan tahun lamanya menuju muara
aku ingin menujumu
beribu-ribu tahun lagi.

Seperti angin yang berhembus
menaburkan pupuk pada putik-putik kembang
aku ingin menyemaikan rindu
pada kelopak hatimu.

Langit kujadikan kanvas
tintanya air mata dan hujan
dan engkau yang terus berlari membawa keranjang
memunguti bunga-bunga flamboyan.

Aku ingin melukismu lagi
menggoreskan warna-warni pelangi pada rambut
dan bola matamu yang menyala
berguguran seperti cahaya.

_________________________________________________________________________

Kirimkan PUISI atau CATATAN INDAHMU tentang FLAMBOYAN. Saya akan beri kenang-kenangan buku untuk beberapa pengirim terbaik, dan akan diposting di blog ini. Buku terbaru saya KUTUNGGU KAMU DI CISADANE dan WRITERPRENEURSHIP: MEMBANGUN KARIR DI DUNIA PENULISAN.

Email: gausaf@yahoo.com
FB: Gaus Ahmad
Twitter: @AhmadGaus

Ditunggu ya 🙂

_________________________________________________________________________

9 Comments

  1. Tiupan Tanyaku pada Bunga Falmboyan
    ——————————————————-
    Aku berlari bersama desah nafasku
    Seakan detak jantung terus mengejarku.
    Mataku layu,
    Lelah mencari arah.
    Siapa yang ku cari dalam kebingunganku?
    Apa yang ku tuju dalam lariku?
    Hey kau!
    Ya, kau Bunga, yang menertawakanku.
    Punyakah kau jawaban untukku?
    Ataukah kau sama seperti bunga-bunga di
    taman masa laluku?
    Penipu ketulusanku,
    Pencuri harapanku.
    Diam !
    Diamlah kau bunga, hentikan tawamu.
    Yang merah yang menyala,
    Yang seperti kaulah yang menipu.
    Jangan karena ku bersandar di batangmu,
    kau rendahkan aku.
    Jutaan sel-sel darah merahku,
    bahkan kedua bola mataku,
    rela ku jual, untuk membayar lunas jasamu,
    jika memang tak ada sekeping ketulusan
    pun di hatimu,
    wahai Flamboyan.
    Biarlah ku hidup dalam kebutaan dan
    kesakitan.
    Asalkan ku tak bernafas dengan baunya
    udara-udara penghinaan.
    Kenapa kau masih tertawa?
    Tak punyakah kau keimanan untuk percaya
    pada sumpah ini atas nama Tuhanku?
    Apakah kau diciptakan hanya dengan
    kelopak-kelopak keindahan di rupa tanpa
    perasaan di tangkai jiwa?
    Jawablah dengan kata-kata,
    Jangan sakiti aku yang menderita.
    Bunga Flamboyan, Kenapa kau hanya
    tertawa?
    Maafkan aku.
    Ya Allah, apa lagi?
    Apa lagi yang kau tunjukkan?
    Inikah maklukmu yang kau janjikan?
    Melatih ku untuk bersabar.
    Membuat nuraniku sadar.
    Dia tak menjatuhkan sehelai benang sari
    pun untuk ku yang hanya akan layu.
    Tapi dia mengajariku untuk tersenyum,
    Terus tersenyum.
    Menjalani setiap detik kehidupan,
    anugerah terindah yang Kau hadiahkan.
    Ya Allah, jika kali ini aku boleh meminta satu
    saja.
    Jadikanlah salah satu wanita pemilik sifat
    bunga Flamboyan penyejuk itu sebagai
    jodohku.
    ——–
    Sekian, Terimakasih Pak Gaus.
    Yang haus bimbingan :
    Muhamad Adna, UIN Jakarta.
    @Adna_Albantani
    @Guratan_Pena

    Like

    1. gausaf says:

      Lebih afdol kalau puisi indah ini dibacakan di bawah pohon flamboyan, siapa tahu seseorang tiba-tiba datang membawakanmu sekeranjang bunga flamboyan.. 🙂

      Like

  2. DD says:

    Flamboyan merekah memerah
    Seperti semburat luka di ujung senja
    Kala menanti janji yang tak kunjung terpenuhi..

    Like

    1. gausaf says:

      Kayaknya nyinggung seseorang nih 🙂

      Like

  3. Merogoh Kantuk

    dan, aku tidak tahu begitu rupa flamboyanmu
    ya, yang punyamu
    seringkas pada lipat sinarmu
    merogoh kantukku malam ini
    tapi-tapi tak kalau-kalau
    kaupun merupa sukamu
    tapi kalau tak kalau tapi
    jelaskan pada aku dari begitumu
    flamboyanmu?
    tahuku begini

    kemudian, ketidaktahuanku menyebab duka
    mendukai… mendukainya…
    mendukai ia yang tak kumengerti
    berisan nada lah yang pernah mampir di telinga
    suara manusia yang Bimbo, saat menyapa dunia

    “senja itu…berguguran, daunnya berjatuhan”

    akhirnya, aku tidak mungkin tahu selain harapanmu
    tapi kalau tak tapi-tapi, begitumu sudah flamboyan
    sedang aku tetap tak tahu
    merah katamu
    merah katamu
    merah katamu

    Masno Sumasno, Kayutangi: 23/11/’12

    Like

    1. gausaf says:

      Kredo penyair dengan mantra penakluk flamboyan, hehe. tks

      Like

  4. kembali tks, bapak.
    penyair2an kok ini 🙂
    ditunggu bukunya, hehe

    Like

    1. gausaf says:

      Buku segera dikirim, hubungi saya via kontak di bio. Dewi dan Adna juga ya.

      Like

      1. baik, pak. terima kasih.

        Like

Leave a Comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s