Melintasi Batas Agama
Dulu Evie Yana Farida biasa dipanggil amoi, karena keturunan Tionghoa. Sekarang juga masih — kadang-kadang. Dulu dia tinggal di Karawaci Tangerang, daerah pecinan. Tapi sekarang rumah itu sudah menjadi kantor kelurahan. Keluarganya pindah ke Cianjur.
Dulu Evie beribadah di gereja dan kelenteng sekaligus, karena memang agamanya dua. Tapi belakangan tidak lagi, karena sudah memeluk Islam atau menjadi muallaf.
Walaupun pindah agama, Evie tidak meninggalkan agamanya sambil meludah, seperti banyak dilakukan oleh orang yang pindah agama. Maksud saya, ada para muallaf yang menjelek2kan agama sebelumnya, seperti ustadz YW yang mantan pendeta, ustadzah IH yang mantan biarawati, dll.
Memang orang-orang seperti ini akan diberi karpet merah dan tepuk tangan. Karena memang ada umat yang haus dengan “siraman rohani” semacam itu, tapi sebagian besar umat Islam tidak membutuhkannya. Cerita-cerita tentang kejelekan agama lain adalah sampah, masuk ke dalam tong sampah, dan yang menyampaikannya juga tidak akan lebih dari itu.
Setelah menjadi muallaf, Evie menjalankan agamanya dengan keyakinan yang penuh. Namun, sekali lagi, dia tetap memuliakan agama sebelumnya, dan juga agama-agama serta aliran/mazhab yang lain. Evie bahkan mendalami falsafah Budha, Hindu, Syeikh Siti Jenar, dll. Dia mendengarkan Buya Syakur, Gus Baha, Fahruddin Faiz, dll.
Dengan terus belajar dan membuka wawasan, Evie merasa (dalam kata-kata dia sendiri) “Lebih terang benderang sekarang bagaimana seharusnya kita mengamalkan agama kita.” Ia juga mengatakan babwa semakin banyak berteman dengan orang-orang dari agama/aliran lain, “semakin aku menyayangi dan konsisten dengan kepercayaanku.”
Evie mewakili apa yang dalam wacana teologi disebut “passing over” yakni melintas dari agama sendiri, mengenal dan menyelami agama-agama lain atau tradisi spiritualitas yang lain guna memperluas wawasan, memperkaya batin, dan mengerti orang lain. Secara sosiologis passing over juga berperan dalam menciptakan toleransi dan pembangunan perdamaian.
Hanya orang-orang yang memiliki keberanian, rasa kepercayaan diri yang kuat pada imannya, serta memiliki cinta yang tulus pada sesama, yang berani melakukan itu. Dan Evie memilikinya.
Atas keberaniannya itu, maka saya buatkan puisi khusus buat
Evie Yana Faridadi hari ulang tahunnya hari ini. Oh ya, Evie ini adik kelas saya waktu di pondok pesantren Daar el Qolam, Tangerang. Sekarang, atau sejak belasan tahun, dia mengajar di salah satu universitas ternama di Irak utara. Selamat ulang tahun Evie, semoga Allah selalu membimbingmu dan memberi yang terbaik untukmu.
Salam Passing Over
Ahmad Gaus.
Baca juga: Kerukunan dan Toleransi Itu Beda, Son