Pandangan Sufistik: Mengapa Kita Tidak Boleh Membenci Corona?

sufi

Segala sesuatu di dunia ada batas waktunya: penghidupan maupun penghabisannya.

Corona diutus-NYA untuk suatu masa tertentu. Telah ditetapkan-NYA berapa nyawa dihindarinya dan berapa nyawa direnggutnya.

Jangan meminta Corona pergi sebelum waktunya pergi. Memintanya berlalu sebelum habis batas waktu seperti meminta siang di saat malam dan sebaliknya, meminta sore di kala pagi dan sebaliknya.

Bershobarlah, semua ada giliran dan dipergilirkan-NYA. Cukupkan bermohon kepada-NYA agar terjaga dari serangan Corona, dianugerahi kekuatan untuk bertahan, dan masih diberkahi panjang usia dengan dimampukan mengisi hari-hari #dirumahajah dengan positif dan tetap produktif.

Jangan membenci Corona. Membenci Corona membenci Pencipta-NYA. Cukuplah kita waspada saja, sebab ia hanya melakukan tugas dari-NYA.

Ketahuilah,
Corona diutus-NYA dengan misi untuk menguji kesetiaan hati kita untuk tidak berpaling dari-NYA, mengetes seberapa besar nyali kita untuk tidak takut Corona, ciptaan-NYA, dan kita tetep teguh hanya takut kepada-NYA.

Tetaplah setia hati kita kepada-NYA, tetaplah takut kita hanya kepada-NYA dengan selalu mengingat-NYA, terus mendekat dan lekat kepada-NYA. Sebab hanya dengan sikap jiwa demikian Corona tak kan menyentuh apalagi mengganggu kehidupan kita. Janji utusan-NYA, Nabi Agung Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, MAN KHOFALLOH KHOFAHU KULLU SYAI (Barangsiapa yang takut hanya kepada ALLOH, ia ditakuti segala sesuatu).

Untuk itu, ikutilah selalu orang yang selalu ingat, dekat, dan lekat dengan ALLOH. Orang yang hanya takut kepada ALLOH. Kita akan terbawa.

Salam Kajembaran Rohmaniyah,
abahjagat21

Sumber: KENAPA JANGAN MEMBENCI CORONA http://tqnppsuryalaya.com/kenapa-jangan-

 

 

 

 

 

 

[Puisi] ELEGI BULAN APRIL — Catatan kelam wabah Corona

lockdown01

 

Elegi Bulan April

(Catatan kelam wabah Corona)

 

Ahmad Gaus

 

Kuantar Maret ke pintu gerbang dengan tubuh menggigil

Seperti melepas seekor burung merpati yang sakit pilek

Hujan terakhir telah kucatat pada petang hari yang muram

Pemakaman sepi dari orang-orang yang kehilangan keluarga,

kekasih, dan sahabat mereka

Tanah-tanah bercerita, kematian karena wabah penyakit

begitu lengang, begitu tiada

Seperti hidup itu sendiri yang hanya dilalui

 

Kita yang terbiasa merayakan kesedihan tak sanggup

menerima kenyataan bahwa mati adalah kesunyian

Dan sejatinya sejak dahulu selalu begitu, hanya saja

kita mengingkarinya dengan keramaian

dan bunyi-bunyian

 

Kita yang selalu berdoa melalui pengeras suara

kini hanya bisa mengirim doa dari pintu rumah yang tertutup rapat

Kendaraan dikunci, pasar-pasar dikunci, kota-kota dikunci

Besok tidak pasti siapa lagi yang akan diantarkan

oleh wabah ini ke pemakaman

Kita gelisah membayangkannya,

karena kita adalah tawanan paling lemah

dari ketidakpastian.

Ciputat, 01 April 2020

 

 

CORONA (Dewi Kahyangan)

 

Ahmad Gaus

 

Begitu banyak cerita tentang dirinya

Tapi dia tetaplah misteri

Ada yang bilang dia mikro-organisma belaka

Ada yang percaya dia adalah setan yang melarikan diri dari neraka

Atau para dewa yang turun ke bumi untuk kembali menguasai dunia

 

Aku sendiri lebih suka membayangkannya sebagai dewi kahyangan yang

datang berselendang bianglala

Begitu lembut namun perkasa, membentangkan sayapnya

dari timur ke barat

seperti menantang manusia

 

Dewi kahyangan meradang karena dicampakkan

dan kini menjelma kuntum mawar yang mengembara

dalam pikiran manusia

menusukkan duri-durinya dalam tidur mereka

 

Setiap malam orang-orang gelisah membayangkan kematian

kerlip bintang hilang dari pandangan

sajak-sajak cinta terasing dari kehidupan

hanya sosok tak kasat mata yang terbayang

seperti dewi kahyangan dalam cahaya bulan  

berjalan mendekat dan mengatakan ‘aku mencintaimu’

 

Ciputat, 01 April 2020

 

Puisi-puisi di atas dimuat juga dalam:

https://cakradunia.co/news/puisi-puisi-covid-19-ahmad-gaus/index.html#

——————–

Ahmad Gaus, adalah seorang dosen dan penulis. Ia mengajar matakuliah bahasa dan budaya di Swiss German University (SGU), Tangerang. Buku puisinya yang sudah terbit adalah Kutunggu Kamu di Cisadane (Puisi Esai, 2013), dan Senja di Jakarta (2017).

[Puisi] Jangan Lockdown Cintamu

warga-beraktivitas-menggunakan-masker-di-kawasan-bundaran-hi

JANGAN LOCKDOWN CINTAMU

Karena Corona kau menjaga jarak
denganku
Bukan satu meter, tapi berpuluh-puluh
kilometer
Karena Corona kau bermuram durja
Padahal biasanya engkau selalu penuh
tawa
Karena Corona kau tak mau lagi
kucumbu
Padahal engkau penuh hasrat
menggebu
Aku memahami bahasa cintamu,
walau lebih halus dari virus Corona
Bersabarlah cintaku, sampai Corona
berlalu
Biar saja pemerintah me-lockdown
kota
Asal jangan kau lockdown cintamu

Ciputat 27 Maret ’20