Menulis itu Gampang dan Mendatangkan Uang

 

 

Belum lama ini saya membaca pengakuan beberapa penulis muda tentang penghasilan yang mereka peroleh dari menulis. Mereka menyatakan, dalam beberapa bulan setelah karya mereka dipublikasikan secara online, saldo di rekening mereka bertambah hingga puluhan juta rupiah. Sungguh fantastis!

Saya tilik satu persatu nama-nama mereka. Tidak ada satu pun yang berada di jajaran penulis terkenal. Kebanyakan mereka adalah penulis baru [tidak perlu saya sebutkan di sini]. Saya tercengang. Bagaimana para penulis baru itu berani mempublikasikan karya mereka dan langsung menangguk pundi-pundi uang dalam jumlah yang sangat besar.

Selidik punya selidik, ternyata mereka adalah anak-anak muda yang rajin menulis di media online yang berbayar. Sebagian dari mereka adalah content writer, kolumnis, kontributor di portal daring, dan para penulis novel yang karyanya dipublikasikan di platform novel online yang kini banyak bermunculan. Melalui platform ini mereka bebas menulis apa saja dan tidak takut ditolak (yang penting tidak melanggar etika dan hukum).

Siapa yang menilai karya mereka? Bukan tim redaksi yang berkacamata tebal dan jarang tersenyum, tetapi…… para pembaca! Ya, yang menilai baik dan buruk, bagus dan jeleknya ialah publik, khalayak. Kalau publik menyukai karya mereka akan dibaca dan diberi penghargaan melalui hadiah, koin, atau bab-bab yang diseting berbayar. Semakin banyak pembaca yang tertarik dengan karya mereka maka semakin banyak uang yang mengalir ke rekening mereka. Itulah anak-anak muda yang tadi saya sebut berpenghasilan puluhan juta rupiah dari menulis. Hebat, ‘kan?

Computer-money

Para penulis muda itu menyesuaikan diri dengan era digital. Mereka tidak mau lagi karya mereka dinilai oleh dua-tiga orang editor penerbit yang mewarisi nilai-nilai otoriter dari sebuah zaman yang sudah lewat. Dengan begitu, bagi mereka, menulis atau mengarang menjadi sesuatu yang mengasikkan, mudah, dan sekaligus komersial.

Penerbit konvensional butuh waktu 3 sd 6 bulan untuk memutuskan novel kamu bisa terbit apa tidak. Apa nggak gila!? Waktu selama itu untuk menunggu keputusan sebuah novel bisa terbit apa tidak, di era digital sekarang ini terasa janggal. Sebab, apa yang telah selesai kamu tulis sekarang bisa diterbitkan sekarang juga. Itulah logika era IoT (Internet of Thing).

Ya, saya sedang berbicara mengenai platform-platform penerbitan yang kini berkecambah di dunia maya yang sungguh-sungguh percaya pada demokratisasi informasi dan opini publik. Mereka menerbitkan karya-karya para penulis tanpa bersikap cerewet dan sok tahu dengan karya-karya itu. Mereka hanya menyalurkan, memfasilitasi, mempublikasikan. Publik lah yang nantinya akan menilai karya-karya tersebut.

Di jajaran platform yang saya maksud itu ada Novelme, Noveltoon, Inovel, Wattpad, dll. Redaksi platform menerapkan “bab berbayar”. Wajar saja untuk menghargai jerih payah penulisnya. Tapi kalau anda tidak suka ya lewatkan saja.

Ini adalah tantangan yang menarik untuk anak-anak muda. Dengan menulis namamu akan dikenal orang, dan kamu mendapatkan uang.

kaboompics.com_Close-up-of-woman-typing-on-keyboard-of-laptop-min

Dunia tulis-menulis adalah dunia yang terbuka lebar sebagai lapangan pekerjaan. Semakin banyak orang yang menjadikan aktivitas tulis-menulis sebagai sumber penghasilan semakin baik, karena itu berarti mengurangi pengangguran dan meringankan beban pemerintah yang tidak selalu bisa menyediakan lapangan kerja.

Kamu tidak perlu ragu memulai karir di dunia tulis-menulis karena siapa pun bisa menjadi penulis. Ikutilah jejak anak-anak muda yang telah berhasil menjadi jutawan dengan menulis. Yang kamu perlukan hanya sedikit pengetahuan tentang teknik menulis secara benar, gampang, dan praktis. Agar tulisan kamu nggak malu-maluin waktu dipublikasikan.

Kalau kamu berani menyambut tantangan ini, ditunggu oleh Kak Windi di pelatihan menulis kreatif [lihat flyer]. Kak Windi sendiri pernah mengikuti pelatihan menulis yang saya fasilitasi di Manado, Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu sebelum masa pandemi Covid-19.

img-20200924-wa0048.jpg
Kak Windi, Manajer Program Rumah Menulis Dunia (RMD), dan Host Pelatihan Menulis Kreatif.

“Wawasan saya tentang dunia menulis jadi lebih luas setelah mengikuti pelatihan ini. Dan saya jadi tahu juga cara menulis yang baik. Tapi yang paling menyenangkan, ternyata menulis itu menghasilkan uang,” ungkap Windi yang juga mahasiswi tingkat akhir IAIN Manado.  Dan sekarang sebagai Manajer Program Rumah Menulis Dunia (RMD), Kak Windi akan menjadi host acara pelatihan ini.

Pelatihan ini juga menghadirkan Deden Ridwan, seorang produser film dan konsultan media yang telah belasan tahun berkecimpung di dunia penerbitan buku sebagai direktur salah satu penerbit paling terkemuka  di negeri ini, Mizan Group.

IMG-20200927-WA0010
Deden Ridwan, Penulis dan Produser

Deden Ridwan akan memperkaya wawasan para peserta tentang bagaimana industri perbukuan bergerak, bagaimana para editor bekerja, bagaimana pasar media bergeliat, bagaimana tren buku dari masa ke masa, dan karya-karya seperti apa yang diburu oleh masyarakat, bagaimana pula prospek menjadi penulis di era digital seperti sekarang ini.

Saya sendiri sebagai penulis dan praktisi penerbitan telah mengadakan roadshow pelatihan menulis di berbagai sekolah, pesantren, kampus, lembaga pemasyarakat (Lapas), dan komunitas-komunitas literasi di Medan, Padang, Jambi, Bengkulu, Banten, Bogor, Bandung, Ambon, dll.

Materi yang saya ajarkan bukan teori yang rumit-rumit, melainkan cara menulis yang mudah dan praktis. Ada materi “Berlatih Menulis dalam Enam Tahap”, ada menu “Menulis dengan Metode Tiga Kata”, ada sajian “Memulai dengan banyak Kata”,  juga “Bagaimana Menambahkan Unsur Musik dalam Tulisan”,  “Konten Bagus, Teknik Bagus”, “Cara Mudah Mengembangkan Paragraf”, dan “Menyusun Karangan Kreatif.”  

Jadi, percayalah, menulis itu gampang, asik, membahagiakan, dan sekaligus menghasilkan uang. Ingat, pandemi Covid-19 telah menyebabkan 5 juta orang menganggur. Dunia tulis menulis membuka lapangan kerja baru setiap saat. Dengan sedikit meng-upgrade pengetahuanmu tentang teknik menulis yang benar dan praktis, kamu bisa memasuki dunia ini dengan penuh percaya diri.

Yuk, gabung dengan Kak Windi di Rumah Menulis Dunia:

Flyer RMD

Info dalam Flyer di atas bersifat umum, untuk info khusus mengenai waktu pelatihan lihat flyer di bawah

Pelatihan terdekat akan diadakan pada Sabtu, 31 Oktober 2020. Buruan daftar karena peserta dibatasi 100 orang.

IMG-20201020-WA0037

 

Selamat bergabung dan memasuki dunia yang tak terbatas.

Jika anda merasa informasi ini akan bermanfaat untuk orang lain, silakan di-share sebanyak-banyaknya. Terima kasih.

Salam

Ahmad Gaus

NOTE: Pelatihan Online di atas telah dilaksanakan pada 31 Oktober 2020 lalu yang diikuti oleh 98 peserta dari Jakarta, Tangerang, Bogor, Bandung, Cianjur, Yogtakarta, Medan, Bagansiapiapi, Batam, Lampung, dan Pontianak. Untuk jadwal selanjutnya sila hubungi Windi dengan nomor di atas. Terima kasih.

 

******************

Baca juga ulasan buku saya “Writerpreneurship” yang dijadikan pedoman dalam pelatihan menulis:

Apa itu WriterPreneurship?

 

Apa itu WriterPreneurship?

WriterPreneurship – Ahmad Gaus : Menjadi Pengusaha Penulisan + Praktekan Sekarang!

Sumber: https://nahason-ls.blogspot.com/2020/05/review-writerpreneurship-ahmad-gaus.html

Pernahkah membayangkan dirimu bisa menulis atau tidak sama sekali? Mungkin sesuatu yang susah memulai satu persatu kata yang akan dirangkai sekaligus menuangkan ide dan ilham yang akan dikerjakan. Demikian kita untuk menuliskan secarik kertas penuh dengan kata-kata yang penuh dengan makna dan konsep atau narasi. Maupun kita menguasahakan apa yang kita tulis saat ini.Itulah yang menjadi dilema maupun hoby yang dibawakan oleh para blogger maupun penulis pada umumnya.

Buku WriterPreneurship
© Ahmad Gaus / Referensi /
Foto sendiri

Sebuah buku yang mengajarkan arti pengusaha penulisan adalah suatu konsep baru di era Milenial sekarang. Bagaimaan pengalaman Ahmad Gaus dalam menuangkan kinerja dan pelayanan masyarkat melalui secarik buku dan pelatihan menulis. Apakah yang menjadi istimewanya buku ini sehingga sangat layak untuk dibaca atau hanya sekedar buku yang referensi sederhana?

Informasi Buku :

Buku : WriterPreneurship Bisnis dan Idealisme Dunia Penulisan
Penulis : Ahmad Gaus
Penerbit : Referensi
Kota Terbit : Tangerang Selatan
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 120 (xviii  + 102)
Bahasa : Bahasa Indonesia
Genre : Motivate, Referensi, Metodologi
Pembelian : Gramedia, Toko online, dan offline setempat

Kesan Awal

Pertama kali yang saya lihat dari buku ini adalah metode-metode untuk menulis blogger maupun penulisan yang sederhana. Bahkan secara awal ekspetasi gua hanya mencari buku untuk menyemangati blogger dan merupakan buku yang dijual dalam bazar buku Gramedia. Salah satu bahan materi yang menarik untuk dibahas bagi para penulis. Sehingga ada buku ini dalam tumpukan buku akhirnya saya beli. Oleh sebab itu akhirnya saya membeli buku ini.

Beberapa penulis keren
© Ahmad Gaus / Referensi /
Foto sendiri

Awalnya memang terlihat buku tipis sich. Penulis sendiri masih agak kurang ku kenal, namun karena buku ini salah satu buku yang ada di bazar itu, dan ingin mencari rekomendasi untuk mengisi materi sekaligus perlengkapan dan untuk mengisi ilmu dengan materi-materi dari para mastah. Sehingga sangat penting karena belajar adalah selalu berkembang. yang membuat buku ini yang sederhana cukup direkomendasikan bagi para pembaca saat ini?

Mengenal profesi WriterPreneurship

Sebelum mengenal namanya WriterPreneurship, mari kita melihat permasalahan negeri ini. Pernahkah kalian mengerti dan mengamati negeri kita saat ini yang masih kekurangan penulis? Atau kekurangan orang-orang yang menghargai tulisan? Itulah yang terjadi di jaman sekarang ini. Setelah saya berunding dan membaca buku ini, jelas orang indonesia sendiri kekurangan literasi yang saat ini diterapkan pemerintah maupun generasi anak muda. Bahkan sangat disayangkan kebanyakan pembaca tidak menghargai beberapa hasil kerja keras penulis.

Akan tetapi sangat disayangkan sarjana muda yang saat ini yang telah banyak pengganguran. Sama halnya dengan salah satu lagu legenda country Indonesia, Iwan Fals berjudul “Sarjana Muda” tahun1981. Sebuah karya yang mengkritisi para generasi muda yang belum siap berkarya. Sehingga dapat diibaratkan. Lu yang berilmu tinggi, bekerja sebagai petani kuliah, anak mahasiswa, pembawa skripsi, dan generasi penerus bangsa. TETAPI DI DALAM SETIAP Perusahaan tertulis “TIDAK ADA LOWONGAN”.
Untuk itulah buku ini terbentuk, bagaimaana mendidik beberapa penulis-penulis muda yang akan turun kepada dunia penulisan. Tetapi disini menekankan bukan hanya untuk idealisme tetapi juga membentuk mental pengusaha dalam bidang ini. Bagaimaan dirinya tidak hanya bisa menulis dengan indahnya irama nada yang diberikan, tetapi bermental teguh dalam satu usaha penulisan. Satu kata bagi WriterPreneurship –> Menulis tidak hanya sekedar HOBY. Tetapi jauh lebih tajam, yaitu Poin lebih bekerja keras dan pengusaha.

Sejujurnya ini yang agak baru bagi saya. Pertama dari abang Jefferly Helianthusonfri mengajarkan teknik Marketing, Ricky Rachmanto mengajarkan dasar-dasar blogger. Akan tetapi buku ini memberikan kita, jauh lebih bermental baja lagi. Mungkin salah satu penulis yang sudah ke titik itu adalah Jefferly yang terkenal dengan buku-buku mengenai komputer dan marketing. Bahkan salah satu solusinya adalah Writer ini.

Pengusaha Penulis?? Kuy Ikutan!!

Apa yang diberikan dalam Penulis Ahmad Gaus memiliki fokus yang mengarah pada pengusaha penulis. Pengalaman yang dilalui oleh Ahmad Gaus beserta beberapa penulis lainnya menjadikan kita untuk mengenal bagaimana metode-metode serta pengalaman setiap penulis sukses dibalik mahakarya mereka. Setiap masterpiece yang dihasilkan yang tercatat dan diadaptasi dalam berbagai film. Yang jelas memiliki sejarah dibalik penulisan yang sungguh gokil disitu.

Menurut beberapa peneliti. Bagaimana kita menulis
merupakan literatur terbaik untuk mengasah daya pikir kritikal
© Ahmad Gaus / Referensi /
Foto sendiri

Apakah itu WriterPreneurship? Secara sederhana kita dapat mengartikan sebagai pengusaha penulis. Berasal dari kata Writer yang berarti penulis, dengan Entrepreneurship yang berarti kewirausahaan. Yaitu pahlawan-pahlawan yang berani berinisiatif. Sehingga dalam perspektif ini, sang Gaus berusaha menyemangati kita-kita ini agar giat. Apalagi kutipan etika calvinist yang dikutip dalam pandangan Max Weber yang menciptakan Eropa ke next level di abad pertengahan.

Tips Sederhana Awal Menulis

Kalau hanya penyemangat saja? Pasti hal tersebut tidak lengkap dari apa yang ingin dibahas oleh Ahmad Gaus. Ibarat lu masuk dalam kelas motivator. Lu hanya bayar seorang motivator 1 juta hanya memberikan semangat dan motivasi. Tetapi dalam dirilu sendiri, tidak melakukannya. Ibarat lu udah dipukul-pukul, tetapi lu sendiri tidak berjalan maupun merangkak maju. Lu masih rebahan mendengarkan radio motivasi tetapi lu tidak mau bangun dan bekarya. Lah buat apa dong???

Metode Write Now dan referensi novel-novel
berharga setiap jamannya
© Ahmad Gaus / Referensi /
Foto sendiri

Bukan berarti motivasi itu jelek, bahkan motivasi adalah dorongan dan gertakan bagi kita bangun dan siap berjalan. Kalau bukan jelek, terua apa dong? Sebenarnya kalau dijawab ya kita sendiri belum memperbaiki diri dan memulai usaha yang akan dijalani. Nah dalam bab ini menjelaskan sebuah Metode WriteNow yang sangat dibentuk oleh Ahmad Gaus dengan penerapan yang sederhana. Dari sinilah dapat dibilang. Metode yang sangat awal dan pemula bagi kita jalani bisnis penulisan ini.

Saya disini sedikit merangkum metode WriteNow sejenis metode yang sederhana, tetapi langsung pada orientasi mendapatkan ilham maupun langsung to the poin menulis. Alasan ini dilihat bagaimana metode ini disusun secara sederhana dan tidak bertele-tele. Jauh lebih bermanfaat ketika memulai suatu tulisan langsung. Sehingga WriteNow ala Gaus ini, langsung menulis! itulah yang ingin diterapkan.

Rekomendasi

Kalau dibilang rekomendasi? Bisa saja rekomendasi karena dapat dikaitkan dengan gaya kita menulis. Motivasi yang diberikan mungkin hampir sama dengan Ricky Rachmanto. Yaitu memberikan motivasi para penulis hebat Indonesia. Tetapi perbedaan sengit adalah disini memberikan metode sederhana dengan motivasi yang diberikan. Menurutku sebagai pelengkap dari review-review sebelumnya. Buku Ahmad Gaus jauh lebih kepada prakteknya bahkan seluk beluk kita menulis dicatat disini. Direkomendasikan bagi yang ingin mendekati masalah konten lebih luas.

Kesimpulan

Kesimpulan gua dalam buku ini sendiri, Gua rekomendasi buku ini sebagai sampingan anda yang memulai WriterPreneurship. Karena yang lebih ditonjolin dari buku ini sendiri adalah ayo WriteNow!. Itu yang sangat implikatif. Apalagi dengan motivasi segudang yang menonjolkan kelihaian bagi seorang penulis-penulis di dunia ini dengan krisis yang terjadi di Indonesia. Khususnya literasi dan literatur muda Indonesia. Sehingga ini bisa jadi lahan kita untuk menulis. Bahkan jika terbiasa dalam bidang menulis. Dapat dibilang banyak profesi yang akan digeluti oleh kita sendiri, sarjana muda pencetak Indonesia Maju.

Kutipan sang sastrawan Toni Morrison
© Ahmad Gaus / Referensi /
Foto sendiri

Kelebihan :

  • Buku yang ringan dan cepat dibaca
  • Lebih mengarah pada aplikasi penerapan teori WriteNow
  • Metode yang paling mendasar dalam menulis
  • Motivasi yang padat sekaligus mendasar bagi seorang penulis.
  • Pelengkap bagi pengisi konten mudah
  • Cangkupan buku ini cukup luas dan sederhana

Kekurangan

  • Kurang memberikan contoh hasil tulisan dalam metode ini
  • Bukan buku referensi dalam menulis sumber
  • Lebih enak buku ini dibaca satu hari lalu praktek dalam hari yang sama
  • Lebih kepada seorang yang ingin memulai startup penulis.

Penilaian : 8 / 10

==============================

Ingin tahu lebih jauh bagaimana cara menjadi seorang Writerpreneur dan memulai menulis dengan mudah dan praktis, yuk ikuti pelatihan ini. Catat jadwal terdekatnya, Sabtu, 31 Oktober 2020

IMG-20201020-WA0037

Selamat bergabung…

Ditunggu sama Kak Windi di Zoom ya gaess..

Baca juga: Menulis itu Gampang dan Mendatangkan Uang

Negeri Ini Kekurangan Penulis

typing her life

Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. Menulis adalah bekerja untuk keabadian — Pramoedya Ananta Toer

“Menulis? Nggaklah, gw gak bakat kalee…!!” Kalimat seperti itu sering saya dengar dari orang-orang yang menganggap kegiatan tulis-menulis sebagai sesuatu yang asing.

Menulis memang menuntut suatu keterampilan khusus. Tapi, semua bentuk keterampilan–termasuk menulis–pada dasarnya bisa dipelajari. Kesalahan banyak orang ialah terlalu percaya pada mitos bahwa seorang penulis itu dilahirkan, bukan dibentuk. Akibatnya, orang yang merasa tidak dilahirkan sebagai penulis memiliki alasan untuk menjauhi profesi ini.

Dalam pandangan tradisional, penulis itu profesi istimewa yang hanya bisa disandangkan pada orang-orang tertentu. Dan celakanya pula, sebagian penulis secara sadar membentuk dunia mereka sebagai dunia yang asing bagi kebanyakan orang. Semakin tidak tersentuh dunia itu semakin istimewa kedudukannya. Saya pernah mendengar seorang penulis terkenal mengeluh karena, menurutnya, sekarang ini semua orang ingin menjadi penulis dan tidak ingin menjadi pembaca. Gejala itu, lanjutnya lagi, bisa dilihat dari blog-blog yang bertebaran di internet yang isinya kebanyakan hanya “sampah”.

Menurut saya pandangan semacam ini lumayan gawat. Bagaimana mungkin seorang penulis tidak bisa mengapresiasi karya orang lain. Urusan “sampah” itu karena dia melihat dari kacamatanya sebagai seorang penulis terkenal. Kalau saja dia mau sedikit berpandangan positif, sampah itu juga bernilai, setidaknya bagi si penulisnya yang sudah bersusah-payah menuangkan pikiran-pikirannya. Itulah gambaran dunia tulis-menulis kita yang dibesarkan oleh kultur elitisme.

Dalam kultur writerpreneurship*), pandangan semacam itu dijauhkan. Setiap orang diajak untuk belajar dan berlatih menjadi penulis. Profesi penulis adalah cita-cita luhur sebagaimana cita-cita untuk menjadi pengusaha, pengacara, pejabat, politisi, ilmuwan, dan sebagainya.

Pandangan bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjadi penulis bukanlah ajaran writerpreneurship. Sebagai lapangan kerja, tulis-menulis adalah dunia yang terbuka lebar. Semakin banyak orang yang menjadikan aktivitas tulis-menulis sebagai sumber penghasilan semakin baik, karena itu berarti mengurangi pengangguran dan meringankan beban pemerintah yang tidak selalu bisa menyediakan lapangan kerja. Sebagai lapangan pengabdian, dunia tulis-menulis mengundang siapa saja untuk menyumbangkan pikiran-pikiran terbaiknya melalui karya yang bermanfaat bagi banyak orang.

Dibandingkan dengan penduduknya, jumlah penulis di negeri kita ini masih sangat sedikit. Kalau kita bertanya kepada pelajar atau mahasiswa siapa penulis favorit mereka, mereka lebih hapal dengan nama-nama penulis asing. Tentu ini ada hubungannya dengan membanjirnya novel dan komik terjemahan di toko-toko buku kita.

Para penerbit memiliki pertimbangan sendiri mengapa mereka lebih suka menerbitkan buku-buku terjemahan daripada buku karya anak bangsa sendiri. Pertimbangan utamanya tentu soal pasar buku terjemahan yang sudah pasti. Karena mereka biasanya membeli copyrights buku-buku yang di negeri asalnya menjadi best seller. Dengan hanya meletakkan logo international best seller pada sampul buku terjemahannya, dipastikan buku itu akan habis terjual.

Pertimbangan lainnya karena para penerbit kekurangan naskah buku yang potensial dari dalam negeri, padahal sebagai lembaga bisnis mereka harus terus memutarkan roda perusahaannya. Berapa buku yang terbit di Indonesia? Ternyata, jumlah buku baru yang terbit di Indonesia hanya sekitar 8 ribu judul per tahun. Jumlah itu jauh lebih rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lain, seperti Malaysia yang menerbitkan 15 ribu judul per tahun atau Vietnam yang mencapai 45 ribu judul per tahun.

Ini tentu fakta yang menyedihkan. Bagaimana mungkin negeri dengan penduduk 237 juta jiwa kekurangan buku dan penulis. Memang sih, kita bisa mengatakan bahwa bangsa ini dibesarkan oleh tradisi lisan (oral) sehingga tidak terbiasa menulis. Itu adalah alasan klise yang tidak sepatutnya dijadikan halangan psikologis (mental block). Justru seharusnya ia menjadi faktor pendorong bagi tumbuhnya minat pada dunia tulis-menulis.

Dalam ungkapan “negeri ini kekurangan penulis” sebenarnya juga terselip undangan kepada generasi muda untuk menekuni profesi ini. Dunia tulis-menulis adalah dunia yang pintunya masih terbuka lebar dan bisa dimasuki siapa saja. Kalau kita tidak masuk ke dalamnya maka orang lainlah yang akan memasukinya. Orang lain itu adalah para penulis asing yang menjadi tuan di negeri kita. Dalam suatu diskusi saya bertanya kepada peserta siapa penulis Indonesia yang paling dia sukai, dan dia menjawab Kahlil Gibran. Hallooooooo… Kahlil Gibran itu penulis Libanon, bro, masak sih tidak tahu.

Pada kesempatan yang sama saya juga menanyakan kepada peserta lain, siapa penyair Indonesia yang dia kenal, dia menjawab Chairil Anwar. Beberapa peserta yang lain juga menyebut nama penyair Angkatan 45 itu. Wooooyyyyy… masak hari gini penyair Indonesia masih juga Chairil Anwar. Mau dikemanakan WS Rendra, Taufiq Ismail, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Hamid Jabbar, Acep Zamzam Noor, Afrizal Malna, Hasan Aspahani, Agus R. Sarjono, Joko Pinurbo, Jamal D. Rahman, Hanna Fransisca, Susy Ayu, Weni Suryandari…??

Aaahhh… sudahlah! Masyarakat kita memang kurang akrab dengan dunia tulis-menulis. Dan ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk terus memenuhi ingatan mereka dengan kreativitas kita sehingga suatu hari nanti akan tercipta masyarakat yang menghargai karya negeri sendiri.

Tulisan di atas disampaikan pada Workshop dan Pelatihan Menulis di Kampus Asia Afrika, Pamulang, Tangsel, 8 Desember 2012.

 *) Tentang WriterPreneurship, selengkapnya silakah Anda baca di buku saya: “WriterPreneurship: Bisnis dan Idealisme di Dunia Penulisan” (Penerbit Referensi, 2012).

Follow Twiter saya: @AhmadGaus — FB: Gaus Ahmad — email: gausaf@yahoo.com

Mitos Seputar Mood dan Ilham

Oleh Ahmad Gaus

– Membaca adalah pekerjaan yang paling produktif (Nurcholish Madjid)

Mungkin Anda pernah mendengar seseorang mengeluh tidak bisa menulis karena sedang tidak mood atau tidak berada dalam kondisi yang baik untuk menulis. Sering juga orang mengatakan sedang menunggu ilham untuk menulis. Dalam dunia tulis-menulis dua kata itu kadang menjadi alasan utama untuk tidak menulis. Karena itu, daripada menyerah secara pasif pada dua keadaan tersebut, yang berakibat pada absennya karya, lebih baik kita bersikap pro-aktif dan berusaha mengatasi keduanya.

Mood memang besar sekali peranannya dalam mendorong kita berkreasi. Tapi kalau harus terus-menerus menunggu mood yang baik untuk menulis, sampai kapan ia bisa ditunggu. Justru yang sering terjadi ialah mood itu tidak kunjung datang. Inilah masalahnya. Banyak penulis yang tidak mengetahui bagaimana caranya menciptakan mood, sehingga mereka kurang rajin berkarya. Banyak juga penulis yang sangat produktif karena bagi mereka setiap waktu adalah mood dan karena itu mereka bisa menulis kapan dan di mana saja.

Tentu setiap penulis memiliki cara yang berbeda dalam menciptakan mood. Saya sendiri belajar kepada Emha Ainun Nadjib, budayawan dan penulis serba bisa yang sangat produktif itu. Cak Nun, panggilan akrab Emha, pernah mengatakan bahwa dia menulis pada saat dalam dirinya ada dorongan yang sangat kuat untuk tidak menulis, yaitu kemalasan yang luar biasa. Dorongan itu pasti sering terjadi. Tapi semakin sering dorongan untuk tidak menulis itu datang, semakin sering dia duduk di depan mesin ketik.

Ini jelas sebuah perjuangan yang sangat keras dan pahit. Namun dengan membiasakan diri terus-menerus bertempur dengan rasa malas, terbentuklah dalam dirinya file yang bernama mood itu. Dan file itu bagaikan budak yang bisa diperintah untuk aktif kapan saja oleh majikannya. Itulah yang saya pelajari dari Cak Nun sekitar 15 tahun lalu. Hasilnya tidaklah buruk, walaupun saya belum sanggup menandingi Cak Nun dalam hal produktivitas menulis.

Selain mood, ilham juga sering menjadi masalah para penulis. Mereka mengeluhkan tidak bisa menulis karena belum mendapat ilham. Orang sering mengatakan bahwa ilham itu datang tanpa diduga-duga. Ini benar. Bahkan ada penulis yang mengaku sering mendapatkan ilham saat sedang duduk di atas kloset. Saya membayangkan bagaimana jadinya karya yang ilhamnya muncul di kamar toilet, jangan-jangan idenya malah ikut bau, hehehe…

Tapi saya serius. Bukankah ilham itu datang melalui hubungan-hubungan energi yang tak terlihat (hidden connection)? Energi yang ada di kamar toilet pasti berbeda dengan energi yang terdapat di tempat-tempat suci seperti rumah ibadah. Kalau bisa mendapatkan curahan ilham di tempat suci, kenapa harus duduk berlama-lama di atas kloset? Ilham yang tercurah di tempat suci niscaya lebih wangi dan enak dihirup ketimbang yang datang di atas kloset.

Ketika pikiran kita diselimuti berbagai masalah, vibrasi energi yang terpancar dari diri kita membentuk aura yang gelap. Seandainya bisa dipotret dengan kamera, maka benang-benang pikiran kita yang ada di dalam kepala dan refleksi di sekitarnya pasti tampak kusut, semrawut. Pasa saat seperti itu, ilham tidak menemukan jalannya untuk masuk ke dalam diri kita.

Hanya pada saat kita bersikap tenang, jalan masuk ilham terbuka lebar. Maka ada istilah konsentrasi, itu artinya kita mengurai benang kusut dalam pikiran menjadi fokus, terarah, sehingga ilham menemukan jalannya untuk masuk ke dalam diri kita. Tanyalah kepada para ahli ibadah atau praktisi meditasi kenapa mereka perlu melakukan tirakat tertentu untuk mendapatkan petunjuk (hidayah) atau ilham. Gagasan-gagasan besar niscaya lahir dari proses semacam itu, yang biasa disebut pencerahan. Bukankah ulat juga perlu melakukan meditasi atau tirakat selama 40 hari sebelum menjadi kupu-kupu yang indah?

Jadi, kalau kita ingin mendapatkan ilham untuk menulis, tidak bisa hanya berpasrah diri menunggu ilham itu datang. Dalam berbagai jejaring sosial seperti blog, facebook, dan twitter, saya sering mengatakan bahwa seorang penulis sejati tidak menunggu ilham berjatuhan dari langit tapi terbang sendiri ke langit untuk menjemput ilham-ilham itu.

Sebenarnya, setiap penulis sadar bahwa ilham itu turun dari langit, tapi anehnya mereka membiarkan pikirannya tidak terhubung dengan langit. Tidak mau berdoa dengan khusuk atau melakukan meditasi. Padahal dengan cara begitu ia membuka koneksi dengan penghuni langit dan pikiran menjadi jernih. Benang kusut pikiran terurai, memudahkan ilham untuk masuk ke dalamnya.

Cara lain yang cukup efektif untuk mendapatkan ilham ialah dengan banyak membaca. Cendekiawan Nurcholish Madjid (alm) pernah mengatakan bahwa membaca adalah pekerjaan yang paling produktif. Menurutnya, peradaban besar mana pun yang pernah ada di dunia ini pasti dibangun di atas tumpukan buku-buku. Buku bukan hanya sumber pengetahuan tapi juga sumber ilham yang tak terduga. Orang bisa menulis karena ia membaca. Tidak ada kreasi tanpa apresiasi. Dengan membaca kita mengapresiasi pengetahuan dan memuliakannya sehingga ia tumbuh menjadi pohon pengetahuan dalam diri kita yang akan menjadi bunga dan buah yang kita bagi kembali pada orang lain. Itulah ilham.

Dengan pemaparan di atas, saya ingin mengajak pembaca untuk tidak memercayai pandangan bahwa mood dan ilham harus ditunggu sambil duduk berselonjor memandang bintang-bintang. Dan selama keduanya belum datang kita tidak bisa menulis. Semua itu hanyalah mitos. Faktanya, para penulis yang produktif adalah mereka yang aktif menciptakan situasi untuk menulis, berani berperang melawan kemalasan, rela melakukan tirakat untuk mencapai pencerahan, dan rajin membaca.

Tulisan ini adalah bagian dari buku WriterPreneurship: Merintis Karir di Dunia Penulisan (LutosBooks, 2012) karya Ahmad Gaus

Puisi Esai adalah Puisi yang Bercerita

Bumi Siliwangi, Isolapos.com

“ Puisi Esai adalah puisi yang bercerita dengan merujuk kepada fakta sosial yang pernah terjadi,” ujar Ahmad Gaus, pembicara dalam Workshop Menulis Puisi dan Esai yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bekerja sama dengan Jurnal Sajak, Senin (16/7).

Ahmad menambahkan puisi esai merupakan cara baru menulis puisi. “Butuh retorika yang keras agar puisi ini berkembang,” tutur ahmad
Menurutnya, puisi esai merupakan bentuk komunikasi yang mudah dipahami dengan bahasa puisi yang dapat menggugah emosi. “Puisi ini tidak cukup hanya pengalaman, namun harus ada bingkai sosial,” ujar Ahmad.

Menanggapi hal tersebut, Jamal D. Rahman pembicara ke dua dalam seminar tersebut mengatakan, penyair perlu memanfaatkan bahasa sebaik-baiknya.
Selain itu, Menurut Jamal puisi esai dapat menyadarkan kepada para penyair tentang pentingnya riset. “Karena ada fakta dan fenomena sosial yang dihadirkan,” ujar Jamal. [ Julia Hartini]

Ahmad Gaus : Puisi Esai Adalah Puisi yang Bercerita

Roadshow Pelatihan Menulis

Roadshow pelatihan menulis telah dimulai sejak bulan Agustus dengan metode WriteNow! dari buku saya, WriterPreneurship: Bisnis dan Idealisme di Dunia Penulisan  (LotusBooks, 2012).

Pelatihan Menulis Tahap II

Tempat : Pondok Pesantren An-Nuqtah, Cipete, Tangerang
Waktu : Sabtu, 27 Oktober 2012, Pk. 10.30 sd 14.30
Narasumber : Ahmad Gaus

Pelatihan Menulis Tahap I

Tempat : Pondok Pesantren As-Sa’adah, Ciomas, Serang, Banten
Waktu : Jumat 2 November 2012, Pk. 13.30 sd 17.30
Narasumber : Ahmad Gaus

Untuk kelas online terbaru tahun 2020 lihat di sini:

Menulis itu Gampang dan Mendatangkan Uang