Aku dan bayang-bayangku adalah satu kesatuan
Ke timur atau ke barat, ke utara atau ke selatan
Kami selalu pergi bersama-sama Tidak ada yang bisa memisahkan kami kecuali kegelapan
Di dalam gelap aku tidak pernah bertanya ke mana bayang-bayangku pergi
Dan dia tidak pernah peduli apa yang aku lakukan
Aku membutuhkan bayang-bayangku
Karena dia memberitahu aku tentang cahaya
Tapi aku juga takut dengan bayang-bayangku sendiri
Karena dia menjelmakan sisi yang paling gelap dari diriku
Aku dan bayang-bayang tidak pernah saling mengejar
Karena kami memahami posisi masing-masing
Kadang dia ada di belakang mengikutiku
Kadang dia di depan dan aku yang mengikutinya
Bayang-bayang selalu melekat padaku
Tapi aku tidak memilikinya
Dia adalah milik cahaya
Bahkan aku tidak mengenalinya
Hanya kegelapan yang mengenalinya dengan baik
Karena dia adalah anak kandung kegelapan
Cahaya dan kegelapan bersaing menjaring bayang-bayangku
Hasilnya adalah gambaran diriku dalam satu dimensi… gelap dan tidak utuh!
Itulah sebabnya aku tidak percaya pada bayang-bayangku sendiri
Walaupun aku tahu dia akan terus bersamaku
Sampai nanti aku mati
Catatan:
Puisi dibacakan dalam workshop Lembaga Sensor Film (LSF) “Menjaring Bayang-Bayang Zaman Now” di Ibis Styles, Bogor, 1 September 2018
Bersama Hasanuddin Ali (di samping kiri saya), penulis buku “Millennial Nusantara” yang menjadi salah satu narasumber dalam workshop LSF “Menjaring Bayang-Bayang Zaman Now”.Bersama teman-teman LSF. Ketua LSF, Dr. Ahmad Yani Basuki duduk di tengah (berjaket hitam)
Puisi di bawah ini dibacakan di acara resepsi pernikahan Yuan dan Pri (dalam foto ini), rekan kerja saya di Lembaga Sensor Film/LSF, pada 22 Oktober 2016 — GOR Sunter, Jakarta Utara.
Cinta dan Pernikahan
Puisi Ahmad Gaus
CINTA itu satu tapi banyak
ia menyatu tapi berserak
seperti ribuan gerimis di senja hari
yang diserap warna pelangi.
BETAPA bahagia sepasang kekasih
disatukan dalam ikatan cinta
lebih bahagia jika mereka mampu
melepaskan ikatan-ikatan itu
dan merajutnya menjadi sayap-sayap merpati
yang membawa mereka terbang bersama
ke langit tinggi.
CINTA itu melepaskan, bukan membelenggu
jika engkau mencintai kekasihmu
jangan meminta dia bersimpuh di kakimu
pinanglah kekasihmu sebagaimana engkau
meminang impianmu
yang kau lukis menjadi kupu-kupu
bermata salju, bersayap langit biru.
SEPASANG kekasih menabur cinta sepanjang jalan
permadaninya ayat-ayat Tuhan
istananya surga di ketinggian
karena cinta itu setinggi-tinggi kebenaran
bila perjalanan telah sampai di pintu kematian
setiap kekasih akan dimintai pertanggungjawaban.
PERNIKAHAN adalah kebersamaan yang berjarak
biarkan ia seperti itu
supaya engkau tetap memiliki dirimu
dan kekasihmu tidak kehilangan dirinya.
JANGAN menghidangkan seluruh cintamu di meja makan
sebab semua akan dilahap habis lalu dilupakan
yang harus kau berikan cinta itu
bukan hanya mulut kekasihmu
tapi juga matanya, telinganya, jiwanya, pikirannya, hatinya
sampai dia tidak memintanya lagi
sampai engkau tidak perlu memberinya lagi
sebab dia tahu bahwa hidupmu adalah cinta itu sendiri
Saya menulis puisi Senandung Ramadan sambil mendengarkan lantunan Sholawat Thoriqiyyah dari Thoriqot Qodiriyah Naqsabandiyyah (TQN) yang amat sangat menyentuh hati. Saya sertakan link-nya semoga anda pun menyukainya.
Sholawat Thoriqiyyah
Allâhumma Shalli wa Sallim ‘alâ Muhammadin wa Âli wa Shahbi Ajma’în
Allâhumma Shalli wa Sallim ‘alâ Muhammadin wa Âli wa Shahbi Ajma’în