[Puisi] Kepada Siapa Engkau Bicara

 

 

kubicki-woman-digital-art-portrait-computer-painting-photoshop-female-design

 

Kepada Siapa Engkau Bicara

 

Akhirnya kau tegakkan lagi kaki-kaki langit itu

Setelah hujan karbon, kiamat debu, dan tubuh-tubuh yang berubah jadi arang

Tapi kepada siapa engkau bicara jika pohon-pohon saja menutup telinga

Hewan-hewan piaraan mengungsi ke hutan

Sebab di sana mereka tidak perlu berpura-pura menjadi manusia.

 

Engkau tahu sejarah sedang berselisih paham dengan pikiran

Ia mengambil jalan lurus atau menikung

Tapi pikiran ingin berbalik arah

Maka duduk saja di persimpangan

Menunggu kereta lewat di keningmu.

 

Lihat, matahari keluar dari ruang pesta dengan tubuh limbung

Mungkin semalaman dicekoki minuman keras

Tapi mau bagaimana lagi, hari ini dia harus berangkat ke sekolah

Belajar lagi menghitung jumlah manusia di jalan raya, rumah ibadah,

gorong-gorong

Belajar lagi mengucapkan nama Tuhan dengan lidah yang lembut

Sementara kita tetap di sini

Mengenang mereka yang pernah menanam pohon-pohon cahaya

dengan wajah murung

Sebab kita tahu dunia sebenarnya sudah hancur

dalam pot bunga.

ahmadgaus

 

Kredit gambar:

Jarostaw Kubicki Mixes up the Media

Kredit Featured Image:

 

 

 

[Puisi] ELEGI BULAN APRIL — Catatan kelam wabah Corona

lockdown01

 

Elegi Bulan April

(Catatan kelam wabah Corona)

 

Ahmad Gaus

 

Kuantar Maret ke pintu gerbang dengan tubuh menggigil

Seperti melepas seekor burung merpati yang sakit pilek

Hujan terakhir telah kucatat pada petang hari yang muram

Pemakaman sepi dari orang-orang yang kehilangan keluarga,

kekasih, dan sahabat mereka

Tanah-tanah bercerita, kematian karena wabah penyakit

begitu lengang, begitu tiada

Seperti hidup itu sendiri yang hanya dilalui

 

Kita yang terbiasa merayakan kesedihan tak sanggup

menerima kenyataan bahwa mati adalah kesunyian

Dan sejatinya sejak dahulu selalu begitu, hanya saja

kita mengingkarinya dengan keramaian

dan bunyi-bunyian

 

Kita yang selalu berdoa melalui pengeras suara

kini hanya bisa mengirim doa dari pintu rumah yang tertutup rapat

Kendaraan dikunci, pasar-pasar dikunci, kota-kota dikunci

Besok tidak pasti siapa lagi yang akan diantarkan

oleh wabah ini ke pemakaman

Kita gelisah membayangkannya,

karena kita adalah tawanan paling lemah

dari ketidakpastian.

Ciputat, 01 April 2020

 

 

CORONA (Dewi Kahyangan)

 

Ahmad Gaus

 

Begitu banyak cerita tentang dirinya

Tapi dia tetaplah misteri

Ada yang bilang dia mikro-organisma belaka

Ada yang percaya dia adalah setan yang melarikan diri dari neraka

Atau para dewa yang turun ke bumi untuk kembali menguasai dunia

 

Aku sendiri lebih suka membayangkannya sebagai dewi kahyangan yang

datang berselendang bianglala

Begitu lembut namun perkasa, membentangkan sayapnya

dari timur ke barat

seperti menantang manusia

 

Dewi kahyangan meradang karena dicampakkan

dan kini menjelma kuntum mawar yang mengembara

dalam pikiran manusia

menusukkan duri-durinya dalam tidur mereka

 

Setiap malam orang-orang gelisah membayangkan kematian

kerlip bintang hilang dari pandangan

sajak-sajak cinta terasing dari kehidupan

hanya sosok tak kasat mata yang terbayang

seperti dewi kahyangan dalam cahaya bulan  

berjalan mendekat dan mengatakan ‘aku mencintaimu’

 

Ciputat, 01 April 2020

 

Puisi-puisi di atas dimuat juga dalam:

https://cakradunia.co/news/puisi-puisi-covid-19-ahmad-gaus/index.html#

——————–

Ahmad Gaus, adalah seorang dosen dan penulis. Ia mengajar matakuliah bahasa dan budaya di Swiss German University (SGU), Tangerang. Buku puisinya yang sudah terbit adalah Kutunggu Kamu di Cisadane (Puisi Esai, 2013), dan Senja di Jakarta (2017).

[Puisi] Jangan Lockdown Cintamu

warga-beraktivitas-menggunakan-masker-di-kawasan-bundaran-hi

JANGAN LOCKDOWN CINTAMU

Karena Corona kau menjaga jarak
denganku
Bukan satu meter, tapi berpuluh-puluh
kilometer
Karena Corona kau bermuram durja
Padahal biasanya engkau selalu penuh
tawa
Karena Corona kau tak mau lagi
kucumbu
Padahal engkau penuh hasrat
menggebu
Aku memahami bahasa cintamu,
walau lebih halus dari virus Corona
Bersabarlah cintaku, sampai Corona
berlalu
Biar saja pemerintah me-lockdown
kota
Asal jangan kau lockdown cintamu

Ciputat 27 Maret ’20

BENARKAH CINTA ITU ADA?

beaach

Benarkah Cinta itu Ada?

Is the love I gave her in the past
Gonna be enough to last.
(Ronan Keating, If Tomorrow Never Comes)

Bumi bertanya kepada langit, ‘benarkah ada cinta di antara kita?’
Beribu tahun lamanya langit tidak menjawab
Namun terus mengirimkan airmata
Agar kehidupan di bumi tetap ada

Kalau cinta ada di bibir cakrawala
Aku akan melumatnya hingga berdarah
Agar senja menetes indah
Di tubuh kita

Kalau cinta ada di mata purnama
Aku akan memeras selaputnya yang indah
Agar pagi meneteskan darah
Di jiwa kita

Bahkan seandainya esok hari tak pernah tiba
Dan cinta di dunia ini ternyata tidak pernah ada
Aku tetap ingin bersama

–ahmadgaus

Baca juga:  Lukisan Flamboyan

 

 

Tangsel Spring

Tangsel

TANGSEL SPRING

Kawan
Pintu gerbang selatan telah dibuka
Matahari telah menunggu lama untuk menyematkan bunga
Pada rambut gadis-gadis jelita
Pada celak mata para pemuda yang tertimbun lumpur peradaban kota

Di kafe-kafe pinggir jalan
Kita biasa berbagi masa depan dalam secangkir kopi hitam
Setiap impian selalu kandas sebelum azan magrib berkumandang

Lampu-lampu jalan bisa kau pindahkan ke tubuhmu
Taman-taman yang indah bisa kau lukis dalam pikiranmu
Tapi impian, tidak
Sebab ia hanya milik segelintir nyonya dan tuan

Aku tidak berbicara tentang kekuasaan
Sebab itu terlalu mewah untuk para gadis dan jejaka yang hanya butuh lapangan pekerjaan
Aku berbicara tentang tipu daya yang berdiri megah
Di lubuk-lubuk kesadaran

Turunlah ke jalan, kawan
Sebab kau tidak akan bisa melihat gelandangan dan pengangguran
Dari lantai atas menara yang menjulang
Juga tumpukan sampah yang menebarkan bau busuk dan penyakit
Tujuh turunan

Kita biasa melepas kejenuhan di taman jajan
Diiringi gitar para pengamen jalanan
Atau tertawa terbahak di kafe-kafe
Di antara dentuman musik cadas Scorpions hingga Iwan Fals — Wind of Change hingga Bento, Bongkar
Tapi kita lupa bahwa telinga punya saluran ke otak
Inilah tragedi kita

Kawan
Sekarang pintu gerbang selatan telah dibuka
Gadis-gadis berhijab atau berambut panjang tergerai
Para pemuda berpeci atau bertato
Orang-orang tua dan anak-anak
Siap berpesta menyambut musim semi yang akan datang

Ciputat, 9 Maret 2020
Ahmad Gaus AF

PANGGILAN BENDERA

bendera3

Panggilan Bendera

Puisi Ahmad Gaus

Bendera di halaman rumahku
berkibar ragu-ragu
mungkin karena ia tidak tahu
kenapa harus berkibar
dan untuk apa
untuk siapa

Bendera di halaman rumahku
berkibar malu-malu
mungkin karena ia merasa asing
berada di antara bendera lain
yang lebih tinggi darinya
bendera partai
bendera golongan
bendera isme
bendera sekte

Benderaku gamang
memandang ke bawah tanah
takut terjatuh
mendongak ke atas langit
terlalu jauh
sebab tanah tak lagi basah oleh darah
putra-putri ibu pertiwi yang mati
mempertahankan negeri
langit tak lagi hitam
oleh asap dentuman meriam

Sejarah telah pergi
benderaku ditinggal sendiri
anak-anak negeri mengibarkan
bendera mereka sendiri-sendiri

Akhirnya benderaku tak mau berkibar
hanya melambai-lambai
seperti memanggilku dan
berkata, “Turunkan aku segera
dan sembunyikan
dalam lemari!”

Bumi Pertiwi, 14/8/17

SEBUAH KAMAR

c5e20d2b-e736-4798-85cf-43f117ae6520

SEBUAH KAMAR

Akhirnya kau pergi juga
kulipat daun pintu dan diam-diam
kumasukkan ke dalam tasmu
suatu hari nanti kau akan teringat
sebuah kamar di kepalaku
yang pintunya selalu terbuka — menghadap ke laut
tempat kau biasa berbaring seperti turis asing
sambil menikmati suara ombak
burung-burung camar menarik-narik rambutmu
hingga kau tertidur dan bermimpi
sedang berada di salon kecantikan
kau berdandan begitu meriah
seperti kota yang tengah berulang tahun.

“Aku pergi sekarang,” Katamu melepas pelukan.
“Duniaku menunggu di sana.”

Kota telah bersiap menyambutmu
berhias dengan lampu dari kunang-kunang
jalan-jalannya terbuat dari lidah orang-orang
yang tak kau kenal
gedung-gedungnya menjulang tinggi
melebihi keangkuhanmu
masuklah ke sana melalui pintu yang kuletakkan
di dalam tasmu, dan carilah kamar kosong
yang menghadap ke laut.

Jakarta, Juli 2019

Novel terbaru saya, kisah tentang cinta segitiga di antara para sahabat.

Sila baca sinopsisnya di sini Hujan dalam Pelukan

Cover Hujan Dlm Pelukan-1

[Warning: for adult only]

Follow my instagram: @gauspoem

[Puisi] Doa Seekor Anjing

 

 

 

DoaSeekorAnjing.jpg large

KAMU DAN BUKU

Selamat Hari Buku

 

7db004b68cf48ed66353bde533b8cc5f
 
 
 

KAMU DAN BUKU

Aku mencintai kamu seperti aku mencintai buku
Karena itu caraku membaca kamu tidak jauh berbeda dengan caraku membaca buku
Menelusuri baris demi baris, halaman demi halaman
Kalau sampai ada yang terlewat, akan banyak kehilangan.

Buku adalah jendela dunia, begitu juga kamu
Melalui buku aku bisa keliling ke berbagai negeri dengan hanya duduk di perpustakaan
Melalui kamu aku juga bisa mengenal seluruh perempuan di muka bumi tanpa harus mencumbui mereka satu persatu
Sebab waktuku tidak akan cukup.

Sebagaimana buku memuat banyak bab, begitu pula kamu
Setiap bab merupakan penjelasan dari bab yang lain
Karena itu penting membaca buku dari pengantarnya supaya tidak bingung atau kehilangan konteks
Itu pernah kualami, saat membacamu langsung dari bab kesimpulan
Akhirnya aku tidak mengerti apapun tentang kamu
Tapi itu salah kamu juga, sih
Tidak menyediakan daftar isi atau indeks tentang dirimu
Sehingga aku sering terjebak pada bab yang tidak kusukai, seperti bab marah, bab cemburu, dan semacamnya.

Belakangan aku sedih karena buku kalah bersaing dengan media sosial
Orang-orang lebih suka update status daripada membaca buku
Era orang mencari pengetahuan melalui buku tampaknya sudah lewat
Kini media sosial menawarkan sesuatu yang lebih memuaskan hasrat agresi manusia, yaitu hoaks

Teknologi digital juga telah membuat buku terdesak ke pinggiran
Banyak penerbit sudah gulung tikar
Lama kelamaan mungkin buku akan hilang dari muka bumi, entahlah

Tapi itu hanya kesedihanku belaka
Kamu mungkin malah senang karena kehilangan saingan beratmu, yaitu buku-buku yang sering ada di bawah bantalku.

 

 
Gedung Film, 17 Mei 2019
Ahmad Gaus
 
Baca juga: Diagram Air Mata

 

Dalam Fana

Dalam Fana

dalam fana aku tiada
dalam tiada aku mengada
aku adalah debu purba
dihempas angin negeri-negeri tua
mencari tempatku di alam semesta
namun tak ada

aku adalah setitik air
berkelana mencari samudera
ingin melebur dalam keluasannya
namun tak sampai jua

kuikuti jalan fana
dalam fana wujudku tiada
aku melihat tidak dengan mata
mendengar tidak dengan telinga
berkata tidak dengan mulut
meraba tidak dengan tangan
mencium tidak dengan hidung
sebab indraku terputus
segala yang ada pupus

pikiranku sirna karena aku tidak membutuhkannya
perasaanku sirna karena aku tidak mengindahkannya
pikiran dan perasaan membuatku
terpenjara dalam ruang dan waktu
sedang burung-burung jiwaku
datang dan pergi tak kenal waktu

aku tidak hidup di bawah langit
aku tidak hidup di atas bumi
sebab langit dan bumi tidak ada
ruang dan waktu tidak ada
dan dalam tidak ada apa-apa
hanya DIA yang mutlak ada

dalam fana aku tiada
dalam tiada aku mengada
bersama Sang Ada

Puisi: Ahmad Gaus

Puisi ini dibacakan dalam Kultum Ramadan di Gedung Film, Jl. MT Haryono Kav. 47-48, Jakarta, 09 Mei 2019

kultumLSF

Tuhan Tidak Bermain Dadu

Dice

 

TUHAN TIDAK BERMAIN DADU

Tuhan ada di antara anak-anak yang berkumpul untuk bermain kelereng
Mula-mula, Dia membantu mereka menarik garis batas pelemparan dengan cermat
Lalu memastikan kelereng-kelereng yang akan dibidik berada di titik gravitasi agar tidak tergelincir ke lubang hitam
Atau berbenturan dengan planet-planet lain di jagat raya.

Ketika aturan sudah dibuat, Dia tinggalkan anak-anak itu karena tidak ingin mengusik kegembiraan mereka.

Kemudian Dia pergi ke tanah lapang untuk menyaksikan anak-anak lain yang sedang asik bermain layang-layang
Tidak ada aturan baru dalam permainan ini.
Semua sudah ditetapkan di zaman permulaan
Begitu tertulis dalam kitab-kitab suci
Maka Dia duduk-duduk saja di bawah pohon
Sambil sesekali menahan angin dari utara agar tidak bertiup terlalu kencang.

Ada satu permainan anak yang paling Dia sukai yaitu gangsing — permainan tradisional yang sudah hampir punah
Perputaran gangsing pada satu poros menyerupai tarian sufi
Meliuk-liuk ke segala arah dengan kaki menancap di bumi
Seperti para sufi yang berperan sebagai paku bumi agar bumi tetap memiliki keseimbangan

Tapi, wallahi, aku tidak pernah melihat Dia bermain dadu
Mengundi perkara-perkara besar menyangkut kelangsungan hidup sebuah bangsa.
Terlalu beresiko untuk keseimbangan semesta.

 

Pamulang, Tangerang Selatan, 17.04.19
Ahmad Gaus

 

Baca juga:

Humanisme Pancasila, Para Distopian Negara Syariah

Masa Depan Bahasa dan Sastra Indonesia

[Puisi] Tentang Tulang Rusuk yang Dicuri oleh Kawanan Burung

bird

TENTANG TULANG RUSUK YANG DICURI OLEH KAWANAN BURUNG

– Untuk Neng Dara Affiah

Setiap manusia dikirim ke dunia untuk mencari tulang rusuknya yang hilang
Konon, sekawanan burung mencurinya di langit ketika manusia tertidur lelap
Lalu menurunkannya di suatu tempat di muka bumi
Setelah itu burung-burung berkicau sepanjang hari, sepanjang masa
Sampai tiba waktunya mereka harus kembali ke langit untuk menghadapi pengadilan.

Sebagian orang berhasil mendapatkan tulang rusuknya yang hilang itu
Sebagian lagi menemukan tulang rusuk yang salah
Sehingga tidak cocok untuk ditempatkan di bagian mana pun dalam dirinya
Bahkan, ya Allah, ada tulang rusuk yang terlepas dari genggaman burung ketika dibawa dari langit
Walhasil, tidak pernah sampai di muka bumi

Orang-orang senang memelihara burung karena dorongan hasrat primordial untuk membalas dendam
Padahal sebagian dari mereka harus kembali ke langit untuk mencari barang curiannya yang hilang dan dibawa ke bumi
Kita tidak akan memahami ini sampai mendengar suara-suara burung yang membangkitkan bulu kuduk.

Jakarta, 13 Maret 2019
Ahmad Gaus AF

Baca tulisan Neng Dara Affiah di sini:

https://www.qureta.com/post/menyoal-paham-teologi-tulang-rusuk?fbclid=IwAR2zllLhi9a5DVze7I8rHMn2SRG6mWc_0TEi-yVtgYi3p-4FKJZb77Iom1k